DOMPU, TOFO-NEWS.COM – Kinerja Badan Pemeriksa Keuanngan (BPK) dalam mengaudit keuangan di daerah menjadi sorotan negatif di Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pasalnya hasil audit BPK tidak dipercayai oleh Lembaga Hukum sehingga banyak pejabat di daerah yang berakhir di balik jeruji penjara.
Fakta ini disampaikan H. Abdul Muis SH, M.Si setelah penetapan tersangka atas AB 58 tahun mantan PPK di Dinas Kesehatan yang kemudian ditahan di Lapas Dompu oleh Kejaksaan Negeri setempat, Senin 21/10/2024. AB ditahan karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Puskesmas Kota sebagaimana hasil penyidikan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri Dompu..
Menghadapi persoalan ini, H. Muis menyesalkan sikap penyidik Kejaksaan yang menutup informasi tentang adanya kerugian negara berdasarkan temuan BPK jauh sebelum kasus ini masuk dalam proses penyelidikan, bahwa ada kerugian negara senilai Rp 47 juta dan kala itu langsung diselesaikan dan dibayarkan ke kas negara. “Kami menghormati dan akan mengikuti proses hukum ini, juga akan menempuh langkah konstitutional untuk memberikan pembelaan terhadap AB,” ungkapnya.
Menurut H. Muis, kasus hukum yang telah menyeret sejumlah pejabat di Kabupaten Dompu adalah didasari oleh temuan BPK yang tidak profesional dalam memeriksa maupun mengaudit setiap pekerjaan proyek pembangunan di Dompu.
Diantaranya, lanjut Muis, kasus yang mengakibatkan mantan Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Dompu Maman SKM yang tengah menghadapi Persidangan di kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Mataram.
Disebutkan bahwa hasil audit BPK ditemukan kerugian negara sekitar Rp 500 jutaan. Saat itu, Maman sebagai KPA sekaligus PPK menekan pelaksana kegiatan (Kontraktor) untuk segera menyelesaikan temuan tersebut dan kemudian kontraktor pun langsung membayarnya ke kas negara.
“Apa hasilnya ? Mungkin karena audit BPK itu tidak profesional sehingga penyidik kemudian bekerjasama dengan auditor lain untuk melakukan audit ulang sehingga ditemukan kerugian negara jauh melebihi temuan BPK,” jelas H.Muis.
Persoalan yang sama juga terjadi pada mantan PPK Dikes berinisial AB. Penyidik sepertinya tidak mengakui adanya hasil audit BPK yang nilainya Rp 47 jutaan dan sudah langsung dibayarkan ke kas negara, sehingga penyidik memilih untuk melakukan audit ulang yang hasilnya sangat fantastis, ditemukan kerugian negara sesear Rp 900 juta tanpa ada klarifikasi. “Atas kasus ini betapa tidak profesionalnya BPK sehingga penyidik menggunakan auditor lain untuk mengaudit pekerjaan proyek pembangunan di Dompu,” tegas Muis.
Seharusnya BPK sebagai lembaga yang diberi tugas khusus untuk memeriksa pengelolaan keuangan dan pembangunan di negeri ini dapat bekerja profesional seperti kerja para auditor yang bekerjasama dengan penyidik di Dompu. “dengan begitu, maka tidak akan ada pejabat yang menjadi korban persoalan hukum,” tukasnya. (Idin)